DENGAN KAKI RINGKIH KU INGIN DILIHAT

 Di masa yang sedang ku jalani, kemudahan untuk dilihat, didengar dan disanjung adalah keniscayaan yang tak mampu ditampik. Perjalananku dan apa yang kulakukan tampak megah di pandang mata orang, namun hakikat tidaklah demikian. Apa makna emas, bila hanya bungkusan? Apa indahnya permata yang ditempelkan pada kotoran? Tiada keindahan pada hakikat, ia hanya sesuatu yang berada di luar.


Kebodohanku adalah terus berusaha untuk mendapatkan kesan mereka, manusia yang penuh kurang dalam memandang. Apakah mereka bisa melihat hati dan pikiranku? Tatkala memuji, apakah mereka memujiku atau hanya topeng yang sedang kupakai. Betapa rusaknya cara pandangku terhadap manusia, aku terus mengharapkan untaian pujian nya.



Keelokan yang mereka eluhkan tentangku tidaklah berdiri, melainkan di atas kecacatan. Ini bukan tentang siapa aku, tapi tentang siapa yang memberi dan menutupi kaki ringkihku. Keburukannya hanya mampu dilihat oleh Sang-Empunya. Biarkan saja semua berlalu, biarkan saja semua berakhir, aku tidak mau pandangan manusia selalu kupikir.


Indah, adalah tatkala apa yang menancap di hati lebih berkilau. Mereka mampu menyimpan perhiasan di tempat yang tak mampu dijamah manusia. Kurang akalnya manusia membuat mereka dibenci dan dicaci. Kepada siapa mereka berharap? Pujian dari siapa yang mereka ingin dapatkan? 


Pandangan tajam tetaplah akan demikian, usia senja tak mampu menghalangi. Putihnya rambut hanya soal usia. Harga barang bukan ditentukan oleh orang bodoh, dia ditentukan oleh yang menguasai, dia ditentukan oleh yang mampu menilai. Siapa yang mampu menilai?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manzhumah Al Haiyyah - al ‘Allamah al Hafizh bin Ahmad Al Hakami rahimahullaahu

Mandzumah Ahsanil Akhlak - Untaian Syair tentang Kumpulan Akhlak Terbaik

Nestapa Para Pecandu