HIKMAH DARI PERPISAHAN DAN KETERTINGGALAN

 HIKMAH DARI PERPISAHAN DAN KETERTINGGALAN

======

Aku tak tahu apakah engkau menganggapku sebagai sahabat, kawan atau sekedar kenalan saja. Hal ini ku pertanyakan karena jauhnya perbedaan antara aku dan engkau. Engkau melesat dan terbang jauh, sementara aku masih disibukkan dengan membersihkan tanah dan lumpur yang menempel pekat di badan. Engkau sudah melesat jauh di depan, sementara aku masih berusaha untuk terbangun dari tidurku, aku mencoba untuk merangkak. Namun izinkanlah aku untuk memanggilmu sebagai sahabat, karena  aku merasa bahwa engkau adalah orang yang dekat denganku.


Tahukah engkau wahai sahabat, kepergianmu di kota Nabi membuahkan perasaan yang bercampur. Aku senang sekaligus sedih, aku bangga sekaligus kecewa, aku punya harapan besar sekaligus kekhawatiran yang tak kalah hebatnya.

Aku bahagia, bangga, dan punya harapan besar karena engkau mendapatkan kebaikan yang sangat besar, yakni belajar dan berada di samping para Ulama’, orang-orang yang termulia di sisi Allah, para pemangku ilmu dan pewaris para Nabi. Aku senang dengan kebaikan yang kamu dapatkan. Aku bangga karena orang yang pernah aku bonceng dan dia pernah memboncengku memiliki peluang untuk menjadi seorang Ulama’. Aku berharap engkau benar-benar menjadi orang-orang yang Allah muliakan dengan sebab akses ilmu yang engkau miliki.

Di satu sudut, aku merasakan kesedihan, kecewa, dan kekhawatiran. Aku sedih karena engkau meninggalkanku, aku sedih karena melihat betapa terpuruknya diriku padahal boleh jadi kita memulai dari awal yang sama. Aku kecewa pada diriku sendiri, karena aku hanya berjalan di tempat atau bahkan berulangkali terjatuh dan tenggelam dalam kegelapan. Nampaklah betapa bedanya antara aku dan engkau. Aku khawatir bila aku akan terluput berbagai kebaikan karena sebab kegelapan yang terus melumuriku.


 Aku merenung, apakah hal yang demikian Allah tetapkan karena memang aku tak pantas untuk bersanding denganmu? Aku berusaha untuk berbaik sangka kepada Allah. Aku merenung dan bergumam di dalam hati:

Bisa jadi Allah tetapkan hal demikian supaya aku tak terlalu banyak pertanggungjawaban. Setiap nikmat harus ada pertanggungjawaban. Kenikmatan berupa harta, anak-anak, istri dan bahkan ilmu, semuanya akan Allah mintai pertanggungjawabannya. Allah sangat baik kepadaku, aku dihalangi untuk memahami sebagian ilmu syar’I pada saat ini untuk meringankan bebanku di akhirat. Allah memberikanku  kesempatan untuk memperbaiki diri, membersihkan ulang hatiku yang dipenuhi dengan hal-hal kotor. Belum semua ilmu yang kumiliki aku amalkan. Banyak dari ilmu yang masih sekedar menjadi ma'lumat, bukan ilmu yang bermanfaat. Allah telah berlaku baik kepadaku. Segala puji bagi Allah

Semoga Allah jadikan hatiku penuh dengan prasangka baik tentang-Nya.

 

Bima Krisna Aji

30 Jumadil Awal, 1444/ 24 Desember 2022

MPR-DIY

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manzhumah Al Haiyyah - al ‘Allamah al Hafizh bin Ahmad Al Hakami rahimahullaahu

Mandzumah Ahsanil Akhlak - Untaian Syair tentang Kumpulan Akhlak Terbaik

Nestapa Para Pecandu